Ekspor Industri Olahan Mencapai Rp 1,673 Triliun

JAKARTA - Minyak kelapa sawit menjadi lima besar ekspor industri pengolahan sepanjang 2017, yang mencatatkan nilai Rp 272 triliun dari total nasional sebesar USD 125 miliar setara Rp 1,673 triliun. Disusul kontribusi pakaian jadi, karet, kimia, dan industri logam. Masing-masing mencatatkan nilai ekspor Rp 90 triliun, Rp 66 triliun, Rp 59 triliun, dan Rp 51 triliun. Atau nilai total ekspor senilai USD125 miliar sepanjang 2017 itu meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya yaitu USD 110,50 miliar & USD 108,60 miliar. "Nilai ekspor tahun 2017 dari industri pengolahan itu menjadi kontribusi tertinggi sampai 76% dari seluruh nilai ekspor nasional yang mencapai USD 168,73 miliar," ujar Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto, di Jakarta. Dijelaskannya, ekspor komoditas Indonesia itu ditujukan negara Amerika Serikat, Tiongkok, Eropa, Jepang, India, Australia dan Singapura. Hingga saat ini Pemerintah Indonesia terus berunding kepada negara-negara tujuan ekspor untuk menyepakati perjanjian kerjasama ekonomi yang komprehensif. Hanya saja, diakui ketua umum Partai Golkar itu, masih ada sejumlah negara yang menerapkan tarif bea masuk terlalu besar bagi produk-produk industri dari Indonesia yang menggerus daya saing di mancanegara. Eropa dan Amerika, misalnya, mematok bea masuk ekspor untuk produk tekstil Indonesia sebesar 5-20 persen. Sedangkan untuk sesama negara Asia Tenggara, seperti Vietnam, sudah tanpa bea masuk atau nol persen. “Kalau hambatan tersebut bisa dikurangi, pasti kinerja eskpor indusri tekstil dan alas kaki kita akan terus naik,” tuturnya. Apalagi, industri produk tekstil nasional memiliki daya saing yang tinggi di pasar global karena telah terintegrasi dari hulu sampai hilir. “Khusus industri shoes and apparel sport, kita sudah melewati Tiongkok. Bahkan, di Brasil, kita sudah menguasai pasar di sana hingga 80 persen." (rinaldi/sir)