Ganti-ganti Teman "Koalisi" Dulu Sopir Truk Kini Travel

Jumat 19 Jan 2018, 06:50 WIB

MESKI bulan parpol ternyata Titin, 35, suka juga gonta-ganti mitra koalisi. Karena suaminya yang sopir truk jarang pulang, dia gantian berkoalisi dengan sopir travel yang suka kasih “mahar” lumayan. Sampai kemudian Widodo, 40, suaminya naik pitam karena pergoki Titin pacaran dengan sopir travel. Ibarat partai, sopir truk itu partai gurem dan sopir travel itu partai menengah. Maka istri bila terpaksa harus memilih, pasti milih punya suami sopir travel ketimbang sopir truk. Sebab sopir travel itu selain tidak begitu berkeringat, stok tenaganya juga masih banyak, sehingga istri di rumah masih kebagian untuk “narik” lagi di ranjang. Beda dengan sopir truk, karena sudah diforsir di atas roda, di atas ranjang tak bisa berbuat apa-apa. Awalnya Titin berbahagia bersuamikan Widodo yang sopir truk. Karena barang hantaran hanya yang berjarak dekat, dia selalu di rumah setiap malam. Tapi ketika dia ditugaskan kirim barang sampai ke Jakarta, Widodo lebih banyak di atas roda ketimbang di atas istri. Seminggu sekali dia baru bisa ketemu bini. Itupun sudah capek sekali, sehingga Widodo tak kepikiran lagi memberikan nafkah batin buat ibunya anak-anak. Sebulan dua bulan Titin masih bisa menerima kondisi suaminya. Tapi setelah berbulan-bulan jadi bini jablai alias jarang dibelai, tak tahan juga. Di kala suami bawa barang ke Jakarta, dia pacaran dengan sopir travel yang teman SD-nya dulu. Keduanya pun lalu suka ber-“koalisi” dalam hotel. Sebagai mitra koalisi, Atman, 34, sangat mengerti akan kesulitan Titin, sehingga dia sering memberi mahar yang lumayan, meski tanpa rekomendasi. Di sinilah bedanya Pilkada dengan Pilselingkuhan! Bila Pilkada kasih mahar dulu baru diusung, pilselingkuhan mahar itu diberikan setelah diusung ke atas ranjang hotel. Dan inilah persamaan antara Pilkada dan Pilselingkuhan tersebut, sama-sama ada coblosan di sana! Celakanya, setelah sering “coblosan” dengan Atman yang sopir travel, Titin jadi tak perhatian lagi sama suami. Menyiapkan makan minum saja ogah, apa lagi melayani di ranjang yang datangnya hanya insidentil itu. Tentu saja Widodo curiga, kenapa istrinya sekarang berubah adat dan tabiat? Menurut tetangga, selama suami tak di rumah Titin suka pergi bersama sopir travel. Mungkin dia itu memang PIL-nya. “Tapi ini sekedar dugaan lho Mas. Karena tak ada dua alat bukti cukup, takutnya saya dituntut pakai pengacara.” Kata tetangga sangat berhati-hati. Maklum, pengacara sekarang suka nakut-nakuti orang, sedikit-sedikit dituntut, sedikit-sedikit dilaporkan ke polisi. Kenapa lapor polisi cuma sedikit? Berdasarkan informasi itu Widodo lalu cuti nyopir, untuk memata-matai bini. Ternyata betul, di terminal Bungurasih dia melihat Titin makan di warung bersama Atman. Yang bikin Widodo meledak, Titin meladeni sopir travel itu makan dengan mesranya. “Makannya dihabisi lho Mas, nanti ayamnya mati.” Kata Titin seperti nenek-nenek pada cucunya. Jika tak ingat di tempat umum, Widodo mau hajar Titin-Atman sekalian. Tapi dia masih ingat hukum, sehingga cukup dia pulang dan langsung mendatangi kantor Pengadilan Agama Surabaya untuk menggugat cerai. “Nggak kuwat aku, nggak kuwat. Pokoknya cerai.” Kata Widodo pada petugas. Kalau nggak kuwat ya ditaruh, gitu saja kok repot! (JPNN/Gunarso TS)

News Update