ADVERTISEMENT

Setelah Hilang Fraksi ABRI Malah Hadir ‘Fraksi Korupsi’

Kamis, 14 Desember 2017 06:59 WIB

Share
Setelah Hilang Fraksi ABRI  Malah Hadir ‘Fraksi Korupsi’

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

SEJAK 2004 TNI tak punya wakilnya di DPR, sehingga Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang baru saja digantikan oleh Marsekal Hadi Tjahjanto, pernah merindukan kembalinya TNI berpolitik. Namun yang paling ironis, dengan hilangnya Fraksi ABRI di DPR, kini justru muncul ‘Fraksi Korupsi’. Karena sudah lebih dari 80 anggota DPR yang ditangkap KPK gara-gara korupsi. Pada Oktober 2016 Panglima TNI Gatot Nurmantyo pernah melempar gagasan perlunya TNI kembali berpolitik. Memang tak harus sekarang, bisa 10 tahun kemudian. Mewacanakan kembali TNI berpolitik, sama saja harus berhadapan dengan Mbah Amien Rais. Sebab bapak refomasi inilah yang berhasil mengembalikan TNI ke barak. Paling tidak harus mengubah lagi Tap MPR No. VII/MPR/2000. Tap tersebut menyebutkan, TNI tak punya hak memilih dan dipilih. Dan sejak tahun 2004, Fraksi ABRI dengan 100 kursi, hilang dari DPR. Sejak itu pula tak ada kata sindiran “ijo royo-royo” di Senayan. Jaman Orde Baru, ABRI juga tak bisa memilih dan dipilih, tapi langsung secara otomatis punya 100 kursi DPR, dadi 450 kursi DPR yang tersedia. Di masa Orde Baru, Pak Harto menginginkan ABRI itu sebagai stabilisator dan dinamisator pembangunan, sehingga muncul istilah “Dwifungsi ABRI”. Militer berkuasa pula di jalur eksekutif, sehingga Lurah, Camat, Bupati, Walikota hingga Gubernur, banyak pula yang dari TNI. Mayjen TNI yang jadi Pangdam di satu daerah, tak lama kemudian jadi Gubernur di wilayah tersebut. Tapi setelah kejatuhan Orde Baru, ABRI tak boleh lagi berpolitik. Lewat Tap MPR No. VII/MPR/2000 tersebut, mulai tahun 2004 Fraksi ABRI di DPR dihilangkan. Tapi paling ironis, dengan hilangnya Fraksi ABRI dengan 100 kursi di dalamnya, justru kemudian muncul “Fraksi Korupsi” yang anggotanya lintas partai dan jumlahya sangat fluktuatif. Sejak adanya KPK hingga sekarang sudah lebih dari 80 anggota DPR yang ditangkap KPK gara-gara korupsi. Jangankan anggota biasa, Ketua DPR-nya saja ikut dikerangkeng KPK. Yang menjadi pertanyaan, di masa Orde Baru gaji anggota DPR baru sekitar Rp5 juta, tapi tak ada yang korup. Setelah reformasi, dengan gaji Rp50 juta ke atas kok banyak yang memperkuat “Fraksi Korupsi”? -gunarso ts

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -
Berita Terkait