ADVERTISEMENT

Pengadilan Jalanan Melawan Kejahatan

Senin, 10 Februari 2014 09:58 WIB

Share
Pengadilan Jalanan Melawan Kejahatan

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

PENGADILAN jalanan kembali terjadi. Kali ini menimpa seorang pemuda yang diduga terlibat dalam pencurian rokok dan uang sebesar Rp320 ribu di sebuah warung rokok, di kawasan Krendang Selatan, Jakarta Barat, Rabu (5/2) malam. Seperti diberitakan harian ini (Jumat,7/2), massa menghukum Sy, 22, yang diduga tersangka dengan ‘memotong’ tangan. Meski hanya pakai pisau dan tak sampai putus, bentuk pengadilan jalanan ini menjadi fenomena. Biasanya massa melampiaskan kemarahan dengan menganiaya pelaku hingga tak berdaya. Dalam beberapa kasus ada penjahat jalanan yang sampai meninggal dunia, dibakar massa. Bentuk hukuman semacam itu sebenarnya bagian dari upaya penjeraan. Massa tersulut emosi karena ulah penjahat yang kian sadis, tak sedikit warga menjadi korban kekerasan penjahat jalanan. Karena seringnya menjadi korban kejahatan, emosi massa memuncak sehingga menghasilkan energi besar yang sanggup menghabisi nyawa seseorang. Amuk massa sebenarnya harus dipandang pula sebagai wujud kebersamaan warga melawan penjahat. Warga sering diajak untuk mencegah kejahatan, warga diajari berani melawan penjahat agar terhindar dari kejahatan. Sisi positif inilah yang mestinya dibangun dan diarahkan sehingga menjadi benteng pertahanan massa untuk menjaga keamanan lingkungan. Sisi negatifnya seperti main hakim sendiri yang melampaui batas hingga pelaku meninggal dunia, itulah yang harus dicegah. Ini tugas kita semua, terutama polisi sebagai aparat pembina kamtibmas. Bagaimana polisi bertindak pada saat yang tepat sehingga pengadilan jalanan tidak berubah menjadi tindakan anarkis dan sadis.Bersikap keras kepada massa yang sedang melampiaskan kekesalan, bukan cara yang tepat. Sebaliknya membiarkan pengadilan jalananpun tidak dianjurkan karena bisa berkembang menjadi pembenaran. Banyak pakar mengatakan pengadilan jalanan dianggap jalan pintas oleh masyarakat dalam menyelesaikan kasus kejahatan. Pola ini menjadi tren sebagai akibat kekecewaan masyarakat atas kinerja aparat. Kelambanan penyelesaian kasus, tindakan hukum yang dinilai diskriminatif sering menjadi alasannya. Sebenarnya, kekecewaan tersebut bukan hanya ditujukan kepada oknum polisi, tetapi oknum penegak hukum lain termasuk jaksa dan hakim yang kadang mempertontonkan arogansi kekuasaannya dalam penegakan hukum. Sikap inilah di antaranya yang harus dibuang jauh – jauh oleh aparat penegak hukum, diganti dengan perilaku yang mampu memberi kenyamanan dan perlindungan hukum. Tidak kalah pentingnya sikap tanggap dan proaktif aparat terhadap setiap gejolak sosial. Cepat, tanggap dan segera memberikan solusi, itulah yang dibutuhkan masyarakat yang sedang galau saat ini. (*).

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT