Kemenhut Tolak Mohon Kerjasama Lima Perusahaan

Kamis 06 Feb 2014, 11:49 WIB

JAKARTA (Pos Kota) - Kementerian Kehutanan menolak permohonan lima perusahaan pemasok perusahaan bubur kertas Asia Pulp and Paper (APP) untuk melaksanakan kerjasama operasional dengan dua anak usaha APP yaitu PT Arara Abadi dan PT Wirakarya Sakti. Koordinator Nasional Greenomics Indonesia Vanda Mutia Dewi mengatakan, permohonan persetujuan tersebut  ditolak Kemenhut setelah pemantauan yang dilakukan Direktorat Plantation (HTI) di Ditjen Bina Usaha Kehutanan Kemenhut  membongkar fakta bahwa perusahan-perusahaan tersebut terkait langsung dengan APP. "Kemenhut pun selanjutnya meminta agar APP tidak lagi mengajukan permohonan kerjasama operasional serupa untuk perusahaan-perusahaan yang diklaim sebagai pemasok pemasok independen,"  kata Vanda. Dia juga mengingatkan APP seharusnya menyadari penolakan Kemenhut terhadap permohonan yang diajukan pemasoknya punya implikasi hukum jika tidak ada pengakuan terhadap apa yang sudah diampaikan dalam dokumen permohonan. Lima pemasok besar APP yang ditolak permohonannya tersebut adalah,  PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI), PT Ruas Utama Jaya (RUJ), PT Rimba Mandau Lestari, PT Rimba Hutani Mas (Jambi) dan PT Rimba Hutani Mas (Sumatera Selatan). Greenomics Indonesia juga mengatakan,  kebijakan konservasi hutan kelompok Asia Pulp and Paper (APP)  menimbulkan tanda tanya besar dalam perspektif hukum. Pasalnya sejumlah perusahaan yang diklaim pemasok independen, terbukti adalah anak usaha dari raksasa industri bubur kertas itu. Dalam laporan terbaru Greenomics  soal satu tahun pelaksanaan Kebijakan Konservasi Hutan APP,  APP diminta  tidak lagi menyembunyikan status hukum perusahan pemasok bahan bakunya yang terbukti membabat hutan alam dan gambut. Greenomics juga meminta agar Rainforest Alliance, tidak melakukan audit terhadap kebijakan APP selama belum ada kejelasan tentang status hukum perusahaan-perusahaan yang disebut APP sebagai pemasok independen. "Kami harap laporan ini bisa menjadi rujukan bagi semua pemangku kepentingan tentang status hukum perusahaan yang selama ini ditutupi sebagai pemasok independen oleh APP,” kata  Vanda Mutia Dewi. APP melansir Peta Jalan Kelestarian 2020 (Sustainability Roadmadp 2020 and Beyond) pada Juni 2012. Saat itu, APP menyatakan akan menghentikan pembukan hutan alam dan gambut di areal konsesinya, yang luasnya mencapai 1,08 juta hektare. Sayangnya, kata Vanda, kebijakan tersebut tidak menyentuh konsesi perusahaan yang disebutnya sebagai pemasok independen. Pembukaan hutan alam dan gambut pada sekitar 30 perusahaan pemasok independen dengan luas konsesi mencapai 1,55 juta hektare pun terus dilanjutkan. Kemudian, pada dokumen Kebijakan Konservasi Hutan APP yang dilansir Februari 2013, penghentian pembukaan hutan alam memang mencakup areal perusahaan pemasok independen. "Namun sayangnya sebagian besar hutan alam dan gambut di pemasok independen tersebut sudah terlanjur habis. Fakta ini seharusnya tidak boleh dilupakan," kata Vanda. (tri/sir)

News Update