Hikmah Maulid Nabi Keteladanan Akhlak

Jumat 10 Jan 2014, 10:01 WIB

PEMBACA Pos Kota yang dirahmati Allah. Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tahun selalu kita peringati dan tahun ini jatuh pada hari Selasa, 14 Januari 2014. Tapi terkadang kita hanya ikutan saja tanpa memahami secara mandalam apa yang terkandung di dalamnya. Padahal momentum memperingati hari kelahiran Nabi dan Rasul Terakhir, harus mengambil hikmah keteladanan akhlak seorang Rasul Allah. Kita meneladani perilaku dan perbuatan mulia Rasulullah dalam setiap gerak kehidupan. Pada bulan Rabiul Awal, telah lahir seorang penyempurna akhlak manusia, yakni Nabi Muhammad SAW, menjadi pedoman bagi kehidupan kita sepanjang masa. Apalagi di akhir zaman nanti, kehidupan malah jauh dari ajaran Islam. Allah berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab: 21) Kita harus tanamkan keteladanan Rasul ini dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari hal terkecil hingga yang paling besar. Dari kehidupan duniawi hingga urusan akhirat. Tanamkan pula keteladanan ini pada keluarga kita melalui tingkah laku, ucapan kita maupun bacaan kisah-kisah nabi, sehingga mereka tidak mengidolakan figur publik yang akhlaknya rusak. Kita membutuhkan sosok pemimpin yang mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan masyarakat sosial yang ideal, egaliter, toleran, humanis, dan tidak diskriminatif. Itu semua ada pada diri Rasulullah untuk seluruh umat manusia. Konteks peringatan Maulid Nabi tidak lagi hanya dipahami dari tinjauan keislaman saja, melainkan harus dipahami dari berbagai perspektif yang menyangkut segala persoalan. Misalnya, politik, budaya, ekonomi, maupun agama. KESALEHAN UMAT Maulid Nabi harus diartikan sebagai salah satu upaya transformasi diri atas kesalehan umat. Yakni, sebagai semangat baru untuk membangun masyarakat madani (civil society) yang merupakan bagian dari demokrasi, seperti toleransi, transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan, pluralisme, keadilan sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme. Dalam tatanan sejarah sosio antropologis Islam, Nabi Muhammad SAW dapat dilihat dan dipahami dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi. Dalam perspektif religius, Nabi Muhammad SAW dilihat dan dipahami sebagai sosok nabi sekaligus rasul terakhir dalam tatanan konsep keislaman. Hal ini memposisikan Nabi Muhammad SAW sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di dunia yang bertugas membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala bentuk pesan suci Tuhan kepada umat manusia secara universal. Dalam perspektif sosial politik, Nabi Muhammad SAW dilihat dan dipahami sebagai sosok politikus andal. Sosok individu Rasul yang identik dengan sosok pemimpin yang adil, egaliter, toleran, humanis, nondiskriminatif, dan hegemonik, yang kemudian mampu membawa tatanan masyarakat sosial Arab kala itu menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang sejahtera dan tenteram. MENGEVALUASI DIRI Paling tidak kita harus mengevaluasi diri, tentang kecintaan kepada Islam, kecintaan kepada Rasulullah SAW, termasuk perjuangan beliau yang sangat besar manfaatnya untuk kehidupan alam, tidak saja bagi kaum muslimin. Di antara yang wajib kita lakukan adalah mendalami Alquran dan mengamalkan secara konsekuen terhadap segala isi ajaran-ajarannya. Apapun jabatan yang telah diberikan Allah SWT, maka kita wajib mengacu kepada akhlak Rasulullah. Entah kita ini sebagai rakyat biasa, guru, pendidik, pedagang, birokrat hingga jabatan kepala negara. Sebab, bagaimana mungkin negara ini akan diberi keselamatan oleh Allah SWT, bila kepala negaranya tidak mengikuti akhlak Rasulullah. Apa saja kepribadian Rasulullah yang wajib kita ikuti? Paling tidak ada empat, yaitu siddiq (kejujuran), amanah (dapat dipercaya atau mampu mengemban amanah yang diberikan), tabligh (menyampaikan kebenaran sesuai ajaran Islam yang sebenarnya, di mana yang haq dan yang batil menjadi sangat jelas bedanya), dan fathonah (cerdas atau menguasai bidangnya masing-masing). “Kalau kita tidak meneladani akhlak Nabi, maka akan banyak kerusakan di dalam kehidupan ini, seperti kebohongan, kemunafikan, pencurian, tuduh-menuduh, fitnah-memfitnah, serta memojokkan seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya,” kata KH Agus Dermawan, Pengasuh Yayasan Maulida Fitria, Jl. Jatibening Estate No. 10-A, Kota Bekasi. Rasulullah bersabda, “Allah SWT telah memberikan kepadaku yang terbaik.” Yang terbaik itu, tak lain akhlak, sikap kemuliaan, sehingga bila kita hendak mengikuti akhlak Nabi SAW, segala sesuatunya telah dimasukkan ke dalam kandungan Alquran secara utuh. Jadi dengan Maulid Nabi Muhammad, kita meneladani akhlak Rasulullah. Rasululah juga bersabda, “Sesungguhnya diriku diutus (oleh Allah SWT) untuk menyempurnakan akhlak manusia secara sempurna.” Nabi mengajarkan, jadilah orang kaya yang memiliki sikap kedermawanan. Jadilah pemimpin yang adil, bijaksana, mengayomi. Bukan pemimpin yang hanya mencari keuntungan dan kekayaan pribadi. Semoga! (Salam Damai KH Agus Dermawan/ds)


Berita Terkait


News Update