Setahun Kumpul Maesa, Diarak Keliling Kampung

Selasa, 7 Januari 2014 01:46 WIB

Share
Setahun Kumpul Maesa, Diarak Keliling Kampung
KURANG apa sabarnya penduduk Ponjong, Gunung Kidul (DIY) ini? Sudah berulangkali Kamad, 45, diminta segera menikahi janda Ninuk, 40, yang dipacari selama ini, tapi hanya nggah-nggih doang. Ketika akhirnya diketahui janda itu hamil, warga pun segera mengarak keduanya tengah malam keliling kampung. Biar malu! Apa sih definisi kumpul kebo itu,  definisi resminya memang tidak pernah ada. Tapi dilihat dari perilaku para praktisinya, mungkin bisa disimpulkan: lelaki perempuan  bukan muhrim yang tinggal serumah tanpa ikatan perkawinan. Jika sekedar tinggal serumah saja, sebetulnya masih tak masalah. Yang sering menjadi rusak, mereka ini kemudian tidur bareng saranjang dengan segala aktivitasnya. Ini pula rupanya yang dilakukan Kamad dan  Ninuk warga Desa Trengguno Wetan Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunung Kidul (DIY). Mereka tinggal hanya tetangga desa, tapi Kamad jika sudah main ke rumah si janda, betah banget. Bukan satu jam dua jam di sana, tapi sampai nginep segala. Dia baru pulang sekitar pukul 04.00 pagi, takut kepergok orang mau berangkat subuhan ke mesjid. Yang jelas, gerakannya lincah, wajahnya sumringah, karena habis diservis luar dalam. Ini berlangsung bukan hanya seminggu dua minggu, tapi berbulan-bulan. Pak RT pernah menegur Kamad, jika memang serius berhubungan dengan Ninuk, segeralah menikah jangan hanya kumpul maesa.  Beristri dua atau poligami,  kan nggak masalah, karena bukan hal yang memalukan. Buktinya, itu Presiden PKS Anis Matta dengan penuh percaya diri berani ”memamerkan” istri keduanya yang made in Hongaria. Pak RT lega, karena Kamad kala itu menjawah ”nggih Pak”.  Pak RT memang menafsirkan berdasarkan pengalaman. Jika ”nggih”-nya Jokowi Gubernur DKI berarti siap jadi Capres di 2014 ini, maka ”nggih”-nya Kamad pasti berarti siap jadi pengantin. Namun ternyata tafsiran itu meleset. Sebab kenyataannya, sampai kemudian diketahui Ninuk hamil, keduanya tak juga menikah resmi. Itu sama saja, ”nggih”-nya Kamad merupakan nggih ra kepanggih (omong doang). Tentu saja Pak RT marah besar, karena secara tak langsung Kamad – Ninuk telah merongrong kewibawaan pamong desa Trengguno Wetan. Beberapa malam lalu pas Kamad main ke rumah gendakannya, langsung saja mereka diperintahkan keluar dari rumah, dipaksa jalan menuju balai desa dengan diarak warga. Mirip dengan karnaval 17-an, hanya ini tak ada atraksi pertunjukan lain. Pak Kades pun segera menyidangkan mereka. Keputusannya, Ninuk – Kamad harus menikah segera paling lambat 3 bulan setelah bayi itu lahir. Jika tidak, mereka bakal kena sanksi secara adat desa. Apa itu sanksinya? Jika malam itu diarak keliling masih mengenakan baju lengkap, nantinya diarah keliling dengan kondisi telanjang bulat, sehingga Ninuk gidal-gidul dan Kamad gobal-gabel. Sebetulnya Kamad siap saja menikahi Ninuk, tapi sayangnya tidak memperoleh izin prinsip dari bininya. Padahal yang namanya mau poligami, harus ada izin tertulis dari istri pertama. Jika tidak, pihak KUA tak berani memprosesnya, baik itu di kantor maupun bedholan di rumah. Ssst....., pas istri tidur dicolong saja cap jempolnya! (HJ/Gunarso TS)
Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar