ADVERTISEMENT

Korupsi, Remisi dan Revisi UU

Selasa, 24 Desember 2013 09:02 WIB

Share
Korupsi, Remisi dan Revisi UU

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

PEMERINTAH setiap tahun memberikan remisi hari raya dan hari kemerdekaan 17 Agustus  kepada narapidana (napi) yang dinilai berkelakuan baik, termasuk pelaku korupsi. Hal ini memang diatur oleh Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12/1995 karena remisi adalah hak narapidana. Di penghujung tahun 2013, potongan hukuman kembali akan dirasakan napi yang merayakan Natal, tak terkecuali koruptor. Hanya saja, koruptor yang mendapat ‘diskon’, adalah yang sudah menjalani hukuman sepertiga dari vonis yang dijatuhkan hakim. Ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012 tentang pengetatan remisi, asimilasi dan pembebasan bersyarat terhadap napi korupsi, kejahatan  terkait HAM, narkoba, terorisme dan kejahatan lainnya. Agustus 2013 lalu, 182 koruptor mendapat remisi antara 15 hari hingga dua bulan. Sejumlah napi kasus korupsi pernah mengajukan judivial review ke Mahkamah Agung (MA) tentang PP tersebut, tapi ditolak. Pemberian remisi bagi korutor diperketat. Pertanyaannya, pantaskah pengemplang uang rakyat memperoleh remisi ? Terbitnya PP tersebut salah satu tujuannya memberi efek jera. Alih-alih memberi efek jera, terbukti korupsi terus merajalela. Kita sepakat korupsi adalah extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa yang menjadi musuh masyarakat. Persoalannya apakah ada kemauan pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi. Pemerintah seperti gamang menjatuhkan hukuman berat pada koruptor karena masih saja ada remisi buat mereka. PP Nomor 99/2012 dinilai memiliki celah kelemahan karena dianggap bertentangan dengan filosofi UU Pemasyarakatan, yang menempatkan sebagai warga binaan. Celah inilah yang dipakai koruptor untuk memperoleh potongan hukuman. Untuk menutup celah itu, pemerintah harus berani menerbitkan PP baru yang sifatnya khusus, misalnya menghapus revisi bagi koruptor. Kalangan DPR sebagai wakil rakyat, juga harus punya kemauan untuk ikut mengikis habis korupsi. Revisi UU Pemasyarakatan, dengan mencantumkan pasal khusus bagi tindak pidana korupsi. Sayangnya, korupsi kerap dilarikan ke ranah politik. Terlebih kini sudah bukan rahasia lagi, DPR termasuk dalam lingkaran korupsi. Remisi bagi koruptor, tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi. Genderang perang terhadap korupsi harus ditabuh lebih keras lagi.**

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT