ADVERTISEMENT

Tinggal di Kolong Tol, Tidak Ada Pencurian Tidak Ada Mabok-mabokan

Senin, 2 Desember 2013 11:09 WIB

Share
Tinggal di Kolong Tol, Tidak Ada Pencurian Tidak Ada Mabok-mabokan

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JELAMBAR (Pos Kota). -Kebakaran ratusan rumah petak di kolong Tol Penjaringan, Jakarta Utara beberapa tahun lalu tidak membuat takut penghuni di kolong Tol Jelambar, Jakarta Barat. Bahkan permukiman warga di kolong Tol dari Arah Pluit - Cawang semakin tumbuh subur.Termasuk tol di bawah gerbang Tol Jelambar berdiri ratusan rumah petak terbuat dari bahan bangunan mudah terbakar. "Sebenarnya kami tidak mau tinggal di kolong tol. Tetapi karena tidak sanggup membayar kontrakan sampai ratusan ribu, apa boleh buat memilih tempat ini," ungkap Ajeng, 28, satu warga kolong Tol Jelambar kepada poskotanews.com, Minggu (1/12) sore. Ajeng bersama suaminya Bayu, 30, mengaku sudah satu tahun tinggal di kolong tol kawasan Jelambar. "Saya mulai tinggal di kolong tol setelah menikah. Sekarang sudah punya buah hati seorang anak lelaki usianya baru enam bulan . Ramdani ini tulen anak kolong," tutur wanita kelahiran Palembang itu, seraya mencubit-cubit pipi putranya terssebut. Penuturannya, selama bermukim di kolong tol dirasakannya aman-aman saja. Tidak ada pencurian, dan tetangga yang suka mabok. Tetapi karena di kolong tol tidak ada pengurus RT, maka warga memilih penghuni yang usianya sudah lanjut sebagai orang yang dipercaya menangani apa saja jika ada masalah. "Warga di kolong tol juga punya perkumpulan arisan mingguan," kata Ajeng lagi yang mengatakan bayar arisan seminggu Rp 50.000. Sebagai sisa uang belanja buat kalau kebutuhan lebaran pulang kampung. TAKUT KEBAKARAN Nurhayati, 35, tetangga Ajeng menyatakan yang ditakutkan warga kolong tol adalah kalau sewaktu-waktu terjadi kebakaran. Apalagi pada malam hari. Untuk menjaga tidak terjadinya peristiwa menakutkan itu, semua anak-anak balita diajari orangtuanya untuk tidak main api, misalnmya bakal kertas atau main masak-masakan. "Kalau peristiwa pencurian sih tidak ada. Lagian apa yang mau diambil sih," sebut Nurhayati yang nyambi buka warung jual makanan dan kue anak-anak. Baik Nuhayati maupun Ajeng atau ibu-ibu lainnya mengaku akan pasrah jika sewaktu-waktu diusir pemerintah dilarang bermukim di kolong tol. "Solusinya ya pulang mudik," tutur Nurhayati lagi. Foto : Ajeng menggendong Ramdani yang lahir sebagai anak kolong. (Warto)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT