Jangan Anggap Remeh Gangguan Tulang Belakang

Jumat 01 Nov 2013, 08:54 WIB

JAKARTA (Pos Kota)- Waspada, gangguan tulang belakang mengintai siapa saja. Berdasarkan penelitian, 50 persen dari orang usia 15-50 tahun menderita gangguan tulang belakang akibat aktivitas sehari-hari seperti bekerja dan olahraga.Kasus tersebut akan terus meningkat seiring pertambahan usia seseorang. “Artinya semakin tua seseorang, peluang menderita gangguan tulang belakang akan semakin besar,” papar dr Harmantya Mahadhipta, Sp-OT, tim dokter ortopedi RS Premier Bintaro, kemarin. Meski kasus-kasus gangguan tulang belakang amat banyak ditemukan di tengah masyarakat, sebagian besar penderita memilih untuk memanfaatkan pengobatan tradisional. Tak banyak yang mengunjungi dokter atau rumah sakit dengan berbagai alasan. Menurut Harmantya, gangguan tulang belakang tidak boleh diabaikan. Sebab selain menghambat aktivitas sehari-hari, gangguan tulang belakang bisa berakibat fatal seperti kelemahan anggota gerak (kaki dan tangan), gangguan buang air besar dan kecil, disfungsi ereksi maupun kelumpuhan parsial atau total di kaki. Karena itu, sangat disarankan agar mereka yang menderita gangguan tulang belakang untuk segera mendatangi dokter. Ini untuk mengetahui apakah gangguan tulang belakang yang diderita seseorang berhubungan dengan cidera patah tulang belakang, osteoporosis, infeksi, tumor atau kelainan bentuk tulang belakang. 10 PERSEN OPERASI Untuk menangani kasus gangguan tulang belakang, tak selamanya dilakukan dengan tindakan operasi. Data statistic di Ramsay Spine Center (RSC) RS Premier Bintaro menunjukkan hanya 390 pasien dari 1.651 pasien tukang belakang yang mendapatkan tindakan operasi. Artinya, hanya sekitar 10 persen saja pasien gangguan tulang belakang yang sesungguhnya membutuhkan tindakan bedah. Menurut Harmantya, pada kasus-kasus gangguan tulang belakang yang membutuhkan tindakan pembedahan, kini dunia kedokteran telah menemukan metode tehnik bedah minimal invasive dimana tindakan operasi bisa dilakukan dengan sayatan yang sangat kecil tak lebih dari dua cm. Tehnik bedah tersebut memungkinkan segala risiko pada operasi besar seperti lamanya waktu penyembuhan, rusaknya jaringan otot serta risiko munculnya jaringan parut bekas sayatan bisa ditiadakan. Metode bedah minimal invasive tersebut diakui sudah diterapkan pada penanganan pasien gangguan tulang belakang di RSC RS Premier Bintaro.Dengan alat bantu diagnosis berupa Long Length Imaging (LLI) memungkinkan tim dokter memperoleh gambaran utuh dari obyek tulang yang panjang seperti tulang belakang mulai dari leher hingga tulang ekor serta dari pinggul sampai tumit. Sedang untuk mengetahui fungsi saraf pasien pada saat operasi, tim dokter menggunakan teknologi infra operating nerve monitoring atau IONM sehingga tindakan operasi bisa dilakukan dengan komplikasi yang seminimal mungkin. (inung) Teks :Dr Harmantya Mahadhipta SpOT

Berita Terkait

News Update