YLKI Desak Pemerintah Ratifikasi Konvensi Pengendalian Tembakau

Sabtu 12 Okt 2013, 07:54 WIB

JAKARTA (Pos Kota)- Desakan agar pemerintah segera meratifikasi kerangka konvensi pengendalian tembakau (framework convention on tobacco control) atau FCTC terus mengalir dari berbagai pihak termasuk Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Sebab sepanjang belum meratifikasi FCTC, Indonesia akan tetap menjadi tong sampah raksasa bagi produk tembakau dunia. “Ratifikasi FCTC adalah salah satu upaya pemerintah menyelamtkan rakyatnya dari pandemic tembakau,” papar Sudaryatmo, ketua harian YLKI, kemarin. Menurutnya sangat aneh jika ada lembaga negara yang menghambat rencana pemerintah meratifikasi FCTC. Dengan alasan apapun, penolakan tiga lembaga negara yakni Kemenakertrans, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan tidak bisa dibenarkan jika menilik tugas konstitusi pemerintah yang wajib melindungi dan menjamin kesehatan rakyatnya. Sudaryatmo mengatakan Indonesia adalah salah satu negara inisiator dan pembahas saat penyusunan FCTC yang berlangsung kurun l998-2003. Bahkan delegasi Indonesia sudah meratifikasi FCTC pada sidang Kesehatan Dunia (WHA) di Jenewa Swiss tahun 2003. Tetapi sayangnya, Indonesia menolak untuk meratifikasi FCTC tersebut. “Dari sisi hukum internasional, ini jelas sangat tidak santun,” tambah Sudaryatmo. Hingga saat ini 176 negara sudah meratifikasi FCTC yang sudah menjadi hokum internasional sejak 2004. Bahkan negara penghasil tembakau terbesar didunia seperti China, India dn Brazil telah meratfikasi FCTC. “Buktinya setelah meratifikasi FCTC, produksi dan konsumsi rokok di negara tersebut masih eksis,” tukasnya. Lebih lanjut Sudaryatmo menjelaskan keputusan pemerintah tidak meratifikasi FCTC dari segi social ekonomi sesungguhnya amat merugikan. Karena dengan demikian Indonesia tidak bisa ikut pembahasan dalam protocol-protokol selanjutnya. FCTC adalah instrumen yang sangat elegan, win-win solution, untuk mengatasi wabah tembakau, baik dari sisi kesehatan, ekonomi maupun sosial. Ratifikasi bukan berarti melarang produksi rokok, dan melarang tanam tanaman tembakau. Saat ini jumlah perokok di Indonesia mencapai 30% dari total populasi, dan mayoritas perokok adalah masyarakat miskin. Berdasar survei SUSENAS 2011-2012 konsumsi rokok pada masyarakat miskin menduduki rangking pertama (19%). (inung)

Berita Terkait

News Update