Program e-KTP Amburadul, Pemerintah Jangan Salahkan Rakyat

Kamis 12 Sep 2013, 19:49 WIB

JAKARTA (Pos Kota) - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengatakan Kementrian Dalam Negeri tidak bisa mencabut hak masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan publik maupun keperluan,  hanya karena tidak memiliki KTP elektronik. Perilaku pemerintah yang mengancam warga negara yang seperti ini, terlebih kesalahan tidak tersalurkannya dengan baik e KTP adalah merupakan kesalahan yang dilakukan pemerintah sendiri. “Saya sudah dengar ada edaran bahwa warga yang belum mendapatkan e KTP diminta merekam ulang data-data mereka. Padahal itu sudah dilakukan sejak tahun 2011 lalu. Pemerintah mengancam bahwa warga negara yang belum mendapatkan e KTP dan tidak merekam ulang datanya, maka terancam tidak mendapatkan identitas karena disatu sisi KTP lama tidak berlaku lagi, dan e KTP belum didapatkan,"  ujar Asep kepada wartawan Kamis (12/9). "Perilaku seenak udel namanya seperti ini menurutnya tidak bisa dibiarkan,” komentarnya. Menurut Asep Warlan, pemerintah yang salah, warga yang diancam. Masak warga negara bisa kehilangan indentitas karena tidak punya e KTP. Ini kan artinya masyarakat kehilangan semua hak-hak warga negaranya. "Apa pemerintah mau membuang warga negaranya sendiri karena kebodohan dan kesalahan mereka? Mobil saja ada suratnya, tanah ada suratnya, masak manusia mau dihilangkan surat-suratnya,” imbuhnya. Seharusnya kementrian dalam negeri sebagai pelaksana dan penanggungjawab program ini justru harus meminta maaf atas ketidakmampuan mereka melakukan tugas dan tanggungjawabnya dan bukan malah mengancam warga negara dengan tindakannya. ”Harusnya mereka malu dan meminta maaf atas ketidakberesan program e KTP yang entah karena korupsi, missmanagement atau memang tidak memiliki kapasitas untuk melaksanakannya,” tegasnya. Kementrian Dalam Negeri dalam hal ini Mentri Dalam Negeri Gamawan Fauzi  saat ini menurutnya sama sekali tidak memahami bahwa pemberian KTP elektronik adalah hak warga negara untuk mendapatkan dokumen dan identitas pasti. Padahal identitas diperlukan untuk berbagai keperluan pribadi maupun ranah publik. ”Ketika itu tidak diberikan maka pemerintah tidak memenuhi hak warga neara padahal itu diperlukan baik oleh warga negara maupun negara sendiri.Telah terjadi pembiaran, pengambaian dan kelalaian dalam memenuhi hak warga negara. Itu terjadi boleh soal ada unsur korupsi atau unsur missmanagemen dan kapasitas tidak memadai, sehingga janji 2011 untuk menyelesaikannya, lewat waktu,” imbuhnya. Menurutnya banyak impilikasi yang sangat luas dengan ketidakberesan urusan e KTP.Dirinya pun mencontohkan dokumen kepemiluan yang terkait dengan DPT menjadi tidak akurat. “Bagaimana jika warga negara meninggal dunia di 2014 dan masih belum punya e KTP, apakah orang tersebut tidak bisa dimakamkan di pemakaman umum karena untuk mendapatkan tempat di pemakaman umum membutuhkan KTP dan yang diakui adalah e KTP yang sekali lagi belum diterimanya karena ketidakberesan pemerintah juga. Dimana orang itu harus dikuburkan?.Apa negara menyuruh orang membuat orang meninggal ke laut?” tanyanya. Dia pun menyayangkan pemerintah yang tidak memperhatikan nasib orang tua pemegang KTP seumur hidup. “Mereka nampaknya tidak paham arti KPT seumur hidup. Itu artinya KTP nya berlaku seumur hidup tanpa ada keharusan untuk mengganti dengan e KTP". Di Eropa Barat, surat izin mengemudi berlaku seumur hidup, maka meskiada SIM jenis baru, yang lama pun tetap berlaku. Pemegang SIM hanya dianjurkan untuk mengganti dengan SIM baru, kalau tidak mau yah sudah  tidak jadi masalah, bukan berarti SIMnya tidak berlaku. Mereka nampaknya harus belajar bahasa Indonesia dengan baik dan benar,” pungkasnya. (prihandoko/d)

Berita Terkait

News Update